Minggu, 14 Desember 2014

Tetaplah Bersama Kami Doraemon



Waktu terbaik membuat kenangan adalah dimasa kecil dahulu kala.

Doraemon.

Sebuah fantasi fiksi yang menjadi idola hampir semua anak-anak generasi 90-an.

Waktu terus berjalan, para Childrens of 90's telah tumbuh dewasa, dan tak sedikit pula yang telah menjadi orang tua.

Sesuatu hal seperti kebanyakan tidak abadi bersama kita, tapi tidak dengan kenangan, kenangan tetap abadi, mungkin akan terlupakan untuk sementara waktu, tapi akan tiba waktu dimana kenangan itu menyeruak ke permukaan.

Stand By Me Doraemon 2014.

Seakan belum pernah tahu ceritanya, para anak-anak 90an yang kini telah dewasa, membanjiri semua sinema yang menawarkan Doraemon dengan kemasan kekinian.

Cerita masih sama saja, tapi kemasannya begitu indah dan mengharukan.

Doraemon Stand By Me telah membuat para orang dewasa menitikkan air mata, ikut merasakan kesedihan mendalam Nobita yang akan ditinggalkan Doraemon kembali kemasa depan.

Jangan...
Ya Doraemon
Jangan tinggalkan kami

Tetaplah Bersama Kami Doraemon!

Jumat, 19 September 2014

The Best Ten Jim Rohn Quotes

Quotes by Jim Rohn.

1. “Don’t wish it was easier, wish you were better. Don’t wish for less problems, wish for more skills. Don’t wish for less challenge, wish for more wisdom.”

2. “The challenge of leadership is to be strong, but not rude; be kind, but not weak; be bold, but not a bully; be thoughtful, but not lazy; be humble, but not timid; be proud, but not arrogant; have humor, but without folly.”

3. “We must all suffer one of two things: the pain of discipline or the pain of regret.”

4. “Days are expensive. When you spend a day you have one less day to spend. So make sure you spend each one wisely.”

5. “Discipline is the bridge between goals and accomplishment.”

6. “If you are not willing to risk the unusual, you will have to settle for the ordinary.”

7. “Motivation is what gets you started. Habit is what keeps you going.”

8. “Success is nothing more than a few simple disciplines, practiced every day.”

9. “Don’t join an easy crowd; you won’t grow. Go where the expectations and the demands to perform are high.”

10. “Learn how to be happy with what you have while you pursue all that you want.”

All Content Copy Paste From This: http://www.success.com/article/10-unforgettable-quotes-by-jim-rohn

Minggu, 07 September 2014

Anak-Anak Matahari

Teriknya mentari menggusarkan yang dewasa
Tapi diruang yang sama bisa menjadi taman bermain bagi bocah-bocah

Mereka bersepeda berputar-putar
Mereka berlari kesana sini

Mereka tertawa dengan riang
Tak terpikirkan tentang masalah dimasa depan
Toh buat apa dipikir juga
Kekhawatiran masa depan bukankah hanya ilusi bisikan setan?

Canda tawa riang
Keringat yang mengucur
Sesaat demi waktu bermain bola
Tak penting filosofi bermain
Tak pusing dengan taktik
Tendang saja kesana kemari
Cetak gol dan rayakanlah

Kebahagiaan itu bersemayam dalam hati riang anak kecil

Maka kita yang dewasa harus kembalilah kesana
Kekanak-kanakan
Tertawa riang bersama.

Jumat, 22 Agustus 2014

Prabowo antarkan Jokowi Presiden

Dalam bukunya Outlier, Malcolm Gladwell menuliskan bahwa kesuksesan pendiri raksasa teknologi seperti Bill Gates dan Steve Jobs dikarenakan mereka dibantu oleh banyak faktor, salah satunya adalah mereka lahir diwaktu yang tepat, sehingga mereka tumbuh disaat kesiapan mereka bertemu kesempatan.

Malcolm Gladwell menyebut anak-anak beruntung itu sebagai Outlier.

Jokowi adalah Outlier Politik Indonesia.

Jika saja Prabowo tidak mencalonkan diri.

Jika saja Demokrat memenangkan pemilu legislatif dan mengantarkan Dahlan Iskan sebagai capres.

Mungkin saja Jokowi bukan Presiden Ketujuh Indonesia.


2014 adalah 16 tahun dari 1998.
Tahun 1998 adalah sebuah peristiwa maha penting dari sejarah politik Indonesia.

16 tahun adalah waktu yang cukup lama untuk mengantarkan para aktivis 98 menjadi anggota DPR dan Elit Partai di 2014 kini.

Kebencian akan penindasan orde baru masih belum punah, dan tiba-tiba saja memori itu disegarkan kembali dengan munculnya bekas menantu Suharto menjadi capres, ya orang itu adalah Prabowo.

Kebencian yang tiba-tiba muncul kembali membuat mereka elit partai dan para pengusaha kini yang mudanya dulu ditindas orde baru bergandeng tangan menghalau kembalinya orang yang akan menciptakan suasana traumatik orde baru dimasa reformasi.

Ya benar, buruknya reputasi Prabowo dikarenakan latar belakang orde barunya membuat mendukung Jokowi adalah harga mati bagi para anti orde baru.

Ya sekali lagi.
Andai kata Dahlan Iskan Capres bukannya Prabowo.
Maka bisa saja Dahlan Iskanlah Presiden Ketujuh Indonesia.

Jokowi harus berterima kasih kepada Prabowo.
Identitas orde baru Prabowo membawa berkah dukungan aktivis 98 bergulir deras kepada Jokowi.

Ya...
Prabowo antarkan Jokowi menjadi Presiden Ketujuh Indonesia.

Minggu, 27 Juli 2014

Teduh

Disaat Idul Fitri tiba, terdengar deru Takbir dikumandangkan:

"ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR… ALLAHU AKBAR.. LAA ILAA HA ILALLAH HU ALLAHU AKBAR.. ALLAHU AKBAR WALILLAH ILHAM"

Disaat Natal datang, Nyanyian merdu sahut menyahut:

"We wish you a merry Christmas
We wish you a merry Christmas
We wish you a merry Christmas
And a happy New Year"


Berbeda memang, tapi kenangannya sama, tentang sukacita, terutama mereka yang masih putih dan polos.

Setiap orang, memiliki kenangannya, tentang kedamaiannya.

Ada yang menyelipkan kenangan indahnya diantara opor dan ketupat.
Pun ada yang bola matanya bersinar-sinar ketika menghias pohon Natal.

Damai kata mereka
Teduh hati terasa

Tidakkah itu berarti kenangan indah itu adalah sebuah hasil perayaan dengan atributnya.

Adalah luar biasa ketika masih kecil dulu.
Beruntunglah Tuhan tak pernah menumbuhkan kita langsung dewasa.

Baik itu Lebaran ataupun Natal adalah hari sukacita bagi para anak kecil
Bercanda bersama
Makan kue sepuasnya
Hanya di hari-hari itu


Entah kenapa
Waktu berjalan
Kita dewasa
Dan kegembiraan hari raya tak se-sentimentil dulu lagi

Mengapa...?

Sabtu, 19 Juli 2014

President Soekarno as a Politic Role Model



Golput di era Orde Baru adalah sebuah keberanian dengan nyali tinggi.
Sebuah idealisme luar biasa melawan sebuah tirani
Melawan sebuah kediktatoran!

Ya di era orde baru anda tak perlu menjadi Nostradamus untuk meramal siapa pemenangnya.
Meskipun ber-Calon Wakil Presiden-kan sendal jepit-pun, Sang Jendral Orde Baru pasti menjadi Kepala Pemerintahan Indonesia.


Di era reformasi
Golput mengalami degradasi nilai.
Bukan lagi sebagai manifesto keberanian melawan tembok tirani
Golput hanyalah tanda skeptisisme, bahkan lebih kasar lagi bisa dijudge sebagai sebuah kemalasan.

Ya Malas!
Di era reformasi ini mereka yang golput adalah para pemalas yang tak mau tau mencari informasi soal siapa Capres idealnya.

Meremahkan arti dari pemilihan presiden adalah bentuk mental yang anti-sosial.
Mereka yang golput tidak tahu betapa berbahayanya nasib satu generasi apabila salah pilih presiden.

Mau contoh?

Sebelum Bung Karno turun, beliau banyak memberikan beasiswa kepada mahasiswa-mahasiswa berprestasi, murni karena prestasi akademis, tanpa motif politik.
Sebagian besar beasiswa itu diarahkan untuk kuliah di negara-negara eropa timur yang pada era itu masih dikuasai paham komunis.

Lalu apa yang terjadi?

Roda berputar, Jendral Suharto naik, keluarlah kebijakan sapu bersih komunis.
Apa hubungan dengan mahasiswa-mahasiswa tersebut?
Apa mereka komunis? Tidak.
Apa mereka memberontak? Tidak.

Salah mereka, mereka dianggap orang-orang Bung Karno.

Lalu apa yang terjadi kepada mereka?
Mereka tak pernah bisa kembali ke Indonesia.
Blacklist orde baru, adalah bunuh diri jika mereka kembali ke Indonesia, karena penjara menanti dengan pasti.

Itulah contohnya betapa seorang presiden bisa membuat satu kebijakan yang mengubah satu generasi.

Mahasiswa berprestasi di era orde lama berubah menjadi buronan di era orde baru.



Lalu bagaimana caranya agar tidak skeptis terhadap pilpres?
miliki role model!

Dalam pemilihan presiden, saya hanya punya satu role model: Presiden Soekarno.

Dalam dua pemilu (2009 dan 2014) saya selalu mencari kesamaan capres yang saya dukung dengan karakter Bung Karno.

Di 2009, saya memilih JK dibanding SBY dan bahkan Megawati (putri kandung Bung Karno)
Bagi saya JK dengan sikap lugasnya, tanpa basa-basi, anti-protokol, cenderung hobi menabrak aturan demi pencapaian target, adalah representasi Bung Karno.

Dimasanya, Bung Karno dengan berani mengambil resiko finansial dengan membangun Stadion megah untuk Asian Games 1962, membangun jalan-jalan besar yang dinamai nama pahlawan seperti Jalan Diponegoro, Cokroaminoto dan lainnya.

Bung Karno dengan lantangnya menyebut penentang rencana pembangunannya tersebut sebagai orang berwawasan picik dan bermentalkan warung kelontong.
Bung Karno berkata bahwa itu bukan untuk keagungannya semata, tapi agar seluruh bangsa Indonesia dihargai dunia!

Masih dengan lantangnya Bung Karno berkata bahwa: "ya, memberantas kelaparan memang penting, tetapi memberi jiwa mereka yang telah tertindas dengan sesuatu yang dapat membangkitkan kebanggaan - ini juga penting!"

Ya, saya melihat spirit membangun JK, memiliki nafas Arsitektur Bung Karno: Kebanggaan Nasional!.

Sayang di 2009 JK kalah telak.


Di 2014, hanya ada dua nama yang menjadi Capres: Jokowi dan Prabowo.
Ini justru sangat memudahkan saya, hanya dengan sebelah mata saya langsung memilih Jokowi.

Mengapa bukan Prabowo?
Prabowo adalah bekas menantu Suharto dan punya spirit politik seperti bekas mertuanya itu.

Siapapun pengagum Bung Karno tau, bahwa Bung Karno meninggal sebagai tahanan politik, dengan pengobatan penyakit ala kadarnya dan diperlakukan dengan sangat buruk untuk level beliau sebagai Bapak Bangsa yang Memerdekakan Indonesia!
Itu semua ulah orde baru.

Puluhan tahun waktu berjalan
Perlakuan buruk Suharto terhadap Bung Karno tak akan bisa dilupakan begitu saja.


Ada satu lagi yang membuat saya memilih Jokowi: Blusukan.

Bung Karno dimasa sebelum 17 Agustus 1945 sangat suka berkeliling menemui rakyatnya.
Salah satu hasil blusukannya yang paling legendaris adalah pertemuannya dengan Petani Bumi Priangan bernama Marhaen.
Kelak pertemuan itu menginspirasi Bung Karno menggagas paham Marhaenisme.

Ya, spirit blusukan Jokowi, mengingatkan saya kepada pertemuan legendaris Bung Karno dengan Sang Petani tersebut.


Ya, saya menjadikan Bung Karno sebagai role model politik saya.
Pegangan saya disaat bimbang memilih pemimpin di Indonesia.
Ketika saya tak tahu harus memilih siapa
Saya duduk diam dan membaca ulang buku yang berisikan gagasan-gagasan politik Bung Karno.
Kemudian saya menjatuhkan pilihan politik saya.


Jumat, 18 Juli 2014

Hala Madrid Y Nada Mas (La Decima Song) Spanish and English Lyric

*Historia que tu hiciste
 History that you made

Historia por hacer
History to be made

Porque nadie resiste
Because no one resists

Tus ganas de vencer
Your desire to win

Ya salen las estrellas
The stars are coming out

Mi viejo Chamartin
My old Chamartin

De lejos y de cerca
From far and near

Nos traes hasta aqui
You bring us till here


**Llevo tu camiseta
  I wear your jersey

Pegada al corazon
Close to my heart

Los dias que tu juegas
The days that you play

Son todo lo que soy
Are all that I am

Ya corre la saeta
Now run the bolt

Ya ataca mi Madrid
My Madrid is attacking

Soy lucha, soy belleza
I am fight I am beauty

El grito que aprendi
The chant that I have learnt

Madrid
Madrid
Madrid

Hala madrid

Y nada mas
And nothing else

Y nada mas
And nothing else

Hala madrid

Back To *
Back To **



Kamis, 03 Juli 2014

Traveling Places: Quality or Quantity?

Banyak tempat
Sangat banyak malah
Destinasi wisata yang sayang untuk dilewatkan.

Wisata alam yang menyajikan panorama tiada duanya.

Wisata budaya kota dengan arsitektur berkelasnya.

Wisata kuliner yang memanjakan lidah.

Dan sejuta hal baru lainnya yang bisa kita temui dari sebuah traveling.

Dari begitu banyak tempat wisata dan daya tariknya....
Seberapa lama dia bisa menahanmu?

Apakah anda hanya mencicipi sedikit cita rasa kue disuatu kota dan mencari kue lain di kota lain?

Atau bertahan menghabiskan satu kue utuh, memesan lagi, memakannya lagi, dan bosan, dan baru pindah mencari kue di kota lain?

Sebenarnya...
Mana yang paling benar?

Dalam sebulan menyinggahi 10 kota

Atau

Tetap di satu kota saja selama sebulan.

Tentu saja kembali pada apa yang kita cari.

Mereka yang cukup puas dengan hanya sekedar foto-foto di objek wisata, akan memilih opsi pertama.

Tapi mereka yang ingin pengalaman utuh, pembelajaran budaya penuh tentang suatu kota, akan memilih opsi lainnya.

Saya pribadi, memilih opsi kedua.

Saya pernah beberapa kali traveling di suatu tempat hanya dalam waktu singkat, menarik, saya berfoto, pulang, dan melupakannya.

Tapi pernah, suatu waktu selama satu tahun saya stay disuatu kota, menjelajah kota dan berteman dengan penduduk lokal, berkesan dan tak pernah terlupakan.

Sebuah pilihan memang.
Pilihan yang saya sukai.

Setelah kota tadi, ada kota lain yang ingin saya jelajahi dalam periode waktu yang lama.

Semoga saya mendapatkan seperti yang saya rasakan di kota sebelumnya...

Kepuasan.

Rabu, 02 Juli 2014

Iklan Ramadhan Djarum

Anda pernah menonton iklannya?

Iklan ini bercerita tentang seorang karyawati perempuan yang malu dijemput ayahnya dengan motor butut.

Dia malu mengakui ayahnya didepan teman-temannya.

Diakhir cerita seperti iklan Ramadhan lainnya, karyawati tersebut akhirnya berbesar hati mengakui kalau pria tua dengan motor butut itu ayahnya.

Apa pesan moralnya?

Umumnya kita berkesimpulan bahwa kita harus berbangga dengan apapun keadaan ayah kita.
Itu sebuah kesimpulan yang tidak salah.

Hanya saja saya terpikirkan alternatif pesan moral yang lain.

Kesimpulan yang saya ambil, bukan persepsi dari sudut pandang si anak.
Tapi dari sudut pandang si ayah.

Saat ini atau kelak.
Kita akan menjadi orang tua.

Suatu fase yang pasti terjadi.

Ada sebuah quotes yang menasehati generasi muda: "sengsara diwaktu muda itu biasa, sengsara diwaktu tua itu menyedihkan"

Kembali ke Iklan.
Jika kita mengambil pesan moral dari sudut pandang si ayah.
Maka seharusnya kita bekerja keras di karir kita masing-masing, agar ketika anak-anak kita dewasa, mereka akan dengan bangga mengatakan: "lihat ayah sudah menjemputku"

Maka untuk itu, kita harus bekerja keras meniti karir, agar kelak bukan saja kita yang membanggakan prestasi si anak, akan tetapi anak kita turut bangga dengan prestasi kita orangtuanya.


Oh salahkah saya dengan pemikiran seperti itu?

Sabtu, 21 Juni 2014

Sunset Putra Sang Fajar

Hari ini 21 Juni.

Hari yang cukup ramai di Media Sosial.

Ramai dengan ucapan selamat ulang tahun untuk (calon) Presiden Jokowi.

Generasi muda beramai-ramai mengucapkan kepada sang capres.


Hari ini, ditengah ucapan selamat itu semua, generasi muda lupa, bahkan mungkin tidak tahu, bahwa hari ini pada tahun 1970, di hari yang sama ketika orang yang kelak menjadi Gubernur DKI berulang tahun ke sembilan, telah wafat seorang Penyambung Lidah Rakyat:

Bung Karno.

Ya Bung Karno wafat hari ini, oleh Orde Baru beliau dimakamkan di Blitar, dengan alasan itu kota kelahiran beliau.

Manipulasi yang tidak valid.

Alasan itu jelas salah dan tak bisa dipakai, karena Bung Karno lahir di Surabaya.

Semua pihak yakin, bahwa memakamkan Sang Proklamator disana adalah upaya Orba menghilangkan pengaruh sang Presiden Pertama dari Indonesia selamanya.

Padahal Bung Karno pernah menyebutkan ingin dimakamkan di Bumi Priangan. Tempat dia bertemu Petani Marhaen, yang menginspirasinya menggagas Marhaenisme.

Bung Karno meninggal dalam status tahanan politik.

Bung Karno meninggal dengan perlakuan yang sangat tidak layak dari Suharto dan Orde Baru.



Dua puluh satu Juni 1970.
Putra Sang Fajar tenggelam bagai Langit Senja.

Suatu hari yang mengawali Indonesia mengarungi tahun-tahun malam tanpa bintang, sampai matahari kembali terbit di tahun 1998.

Senin, 16 Juni 2014

Cokelat Hangat

Hembusan angin yang berselimutkan debu selalu menjadi pengalaman sehari-hari diteriknya siang bolong Blok M.

Banyak Bus datang dan pergi bersama para pendatang, sebagian kecil akan kembali ke kampung halamannya, sebagian besar lainnya menolak menyerah menaklukkan gedung pencakar langit ibukota.

Angka-angka berjumlah begitu banyak menghitung perpindahan raga manusia setiap harinya.

Namun tak pernah terpetakan, berapa banyaknya harapan yang digantungkan seiring berhentinya bus di terminal, bersama Sang Perantau, di Jakarta.

Ditengah padang gurun, para pengembara menepi diteduhnya Oase.

Kafe disekitar terminal adalah kemewahan yang sederhana.
Bukan hanya untuk mereka para perantau.
Namun mereka muda-mudi pun ada.


"Dingin ya Aww" komen Kinan sambil melihat kesekeliling Cafe.

"Iyyaa Ki, AC nya kebangetan" Awan mengangguk-angguk.

"Kupesenin yang anget-anget dulu yakk, Kii"

Awan dan Kinan menyeruput hangatnya Cafe Drinks.
Yang sederhana disaat yang tepat adalah sebuah kemewahan tersendiri.

"Blok M ramenya gak pernah sepi" ucap Kinan, melihat jalanan dari balik kaca kafe.

"Ada berapa orang yang datang dan pergi ya Aww"

"Ratusan kalik" Awan menyahut sambil menyeruput minumannya.

"Ihh lebihh dongg, Ribuann!!" Bales Kinan

"Ratusan Ribu!" Sahut Awan tak mau kalah.

Sahut-sahutan yang membuat mereka tertawa satu sama lainnya.


"Ki ayo ke Bekasi!" Kata Awan mengagetkan.

"Iihhhhh, kok tiba-tiba!"

"Iyaa,mumpung lagi di Blok M nih!"

"Ihh Bekasi ada apa lagi, orang panasnya ya 11-12 Jakarta kok"

"Mau kemananya, disana nanti kita pikirkan!" Seru Awan terus-menerus.

"Ihhh kamu ya mesti aneh deehhhh..."

"Udah iyain aja deh ya Ki" dan Awan menarik tangan Kinan, menembus berondongan sengatan matahari yang menusuk Blok M.

Segera saja mereka naik Bus Kota menembus jalan tol yang begitu mainstream: panas, gersang, aspal, dan tentu saja macet, meski berlabel mentereng sebagai jalan bebas hambatan.

Bekasi-pun datang kepada mereka. Itu batin Awan, walaupun secara teknis merekalah yang mendatangi Bekasi.

Mall-Mall menyambut mereka. Tiga Mall sekaligus.

"Ih Aw, ini jauh-jauh ke Bekasi cuma mau ke Mall? di Jakarta juga ada ratusan kaliikk!" Kinan yang kepanasan mencecar Awan dengan ketusnya.

"Ihh iya yaa, panas juga disini"

"Ihh tuh kan benerrr!"

"Ya udah Ki, kita ke tempat yang ademan aja..... Bogor yuk!! "

"Tuh kan, gak dipikir bener-bener kan, sekarang ganti lagiii!"

"Hehehe, ayem soly Kinan" coba Awan membujuk Kinan.

"Kamuu siihh, gak mikir duluuuu"

"Udah biar ademan kita kesana yaaaa"

"Iyah iyaahhh"

Bus pun mengantar mereka menanjak jalan keatas, menuju tempat yang katanya hujan tak pernah berhenti menghampiri.

Dan Awan dan Kinan pun sampai disebuah terminal di Bogor yang namanya susah disebutkan oleh lidah kaku Awan: Baranangsiang.

Mereka berjalan, ditengah dinginnya cuaca Bogor, kali ini dengan riang gembira. Tak ada lagi peluh dari sengatan matahari seperti mereka di Bekasi tadi.

Hujan mulai mengguyur rintik-rintik, ditambah mereka salah jalan pula. Kenekatan tanpa campuran pengetahuan hanya membawa mereka tersesat.

"Udah dah, naik angkot aja dah, yuk Ki" ajak Awan yang mulai frustasi salah jalan.

"Hihihi, tuuhh sok tau sihh, sok-sok-an mau jalan siihh" ledek Kinan.

Didalam Angkot banyak warga lokal yang berbicara bahasa sunda: "punten A'" salam seorang gadis ke Awan, karena ingin masuk ke Angkot.
Awan selalu suka bahasa sunda. Bahasa yang halus baginya.

Kebun Raya Bogor memiliki plang nama yang fotoable, dan mereka berdua, dengan noraknya berfoto didepan plang tersebut, meski hujan rintik-rintik, eksis tak boleh lewat.

"Aw udah mau tutup nih, kesorean kita ya"

"Gapapa Ki, yang penting foto-fotonya kan, hihihi"

"Iyah bener, xixixi"

Masih dengan hujan rintik-rintik mengiringi langkah mereka. Awan dan Kinan mengambil langkah dan mengamankan tempat untuk berfoto ditepi danau dengan Istana Bogor menjadi backgroundnya.

Hujan-hujanan, seakan tak perduli akan pilek yang bisa melanda mereka, yang penting seru-seruan, pikir mereka begitu.

Puas berfoto, mereka berteduh, kedinginan.

"Dingin ya Aw"

"Iya Ki, coba ada Cokelat Hangat siap minum yahh"

"Ihh mauuu"

Mereka cekikikan berdua.

Tawa Awan dan Kinan cukup menghangatkan, meski tak ada Cokelat Hangat yang mereka dambakan.

Rabu, 11 Juni 2014

Cerita Malam

Di Taman itu lagi.
Sore hari yang temaram.

Menarik membicarakan apa yang diinginkan.
Diwacanakan sebagai cita-cita. Dideklarasikan sebagai mimpi yang harus digapai.

"Ki, kota diluar sana mana yang mau kamu tuju buat liburan" tanya Awan suatu ketika.

"Paris! Very Romantic Place" Kinan berbinar-binar mengatakannya.

"Woowww, samaaaa, aku pengen banget kesana, dan muter-muter, kalo perlu gulung-gulung di Museum Louvre, gilak tu museum, kerennya kebangetan, one stop world masterpiece place" antusias Awan menjawab.

"Ihh kamuu, tiru-tiru aku muluukk Wkwkwkwk"

"Hihihi, iyakk gapapa duungggss"

"Ih keren ya Aw kota itu, kudu kesana dan merasakan sore harinya yang temaram"

"Pasti seru ya, tempat yang benar-benar berbeda, bedaaa bangeett"

"Ih bedanya apah aw?!"

"Itu kii, ituu... Beda Bahasa! Hahaha. Apalagi Aku kan gak bisa bahasa Prancis... Entar disana bakal ngomong pake bahasa tarzan dong ya, aauuoooouoooo"

"Hihi iyaaa, gapapa yang penting bisa ketemu Louvre-nya..."

"Kamu tauk, saking gandrungnya sama Paris, aku sampe beli miniatur Eiffel Tower, tingginya 46cm, lumayan gede buat dipelototin"

"Ihhh, segitunyaaa. Hihihi"

"Iya dongg!! Hahaha"

"Aw, apakah matahari disana sehangat disini?"

"Iyah dong Ki, hangatnya bisa mencairkan eskrim scop-an favoritmu" ujar Awan menatap Kinan yang melamun.

"Berarti aku kudu cepet-cepet abisin eskrim-ku dong"

"Iyah, nanti eskrim-nya biar cepet abis kita makan berdua, agar lelehnya dapat terasa dikedua raga kita yang dipersatukan satu hati, Kinan..."

"Aihh matiikk, gombaaalllll" Kinan berseru sambil memukul-mukul lengan Awan.

Awan meringis sambil tertawa.


Mereka berdua menyusuri jalan setapak taman.

Terkadang kaki mereka menginjak hijaunya rerumputan.
Hijau yang tajam.
Lebih hijau dari rumput tetangga manapun.

"Taman-taman disana ditumbuhin bunga apa ya Aw, indahkah?"

"Indah banget pasti Ki, Merah dan Kuning yang tumbuh diantara Rumput yang Hijau dan Langit yang Biru"

"Ki, kita juga harus ke Taman Chateau de Versailles, disana kita bisa berjalan menikmati indahnya Taman dengan Halaman Rumput yang dipangkas dengan desain yang unik dan menarik, merasakan bagaimana Louis XIV berjalan ketika dia bertahta di Kerajaan Prancis dulu, Taman yang tak ingin membawa kaki ketempat lain"

"Aw, Paris keren ya, harus banget kita kesana ya... Berdua"

"Iya Ki harus, aku ingin tanganku bisa menyentuh bunga-bunga indah disana, dan tangan lainnya menggenggam tanganmu"

Malam beranjak...

Bintang Bersinar Terang diatas Taman Suropati.
Mengantarkan mimpi-mimpi Awan dan Kinan melambung tinggi, diantara Pekatnya Malam dan Indahnya Sinar Bintang.

Minggu, 25 Mei 2014

La Decima

La Decima

Bahasa Spanyol.

Atau Inggrisnya 

The Tenth.

Atau Indonesianya

Yang Kesepuluh.


La Decima adalah sebuah penantian dua belas tahun para Madridista, fans Real Madrid Football Club.

Ya dua belas tahun, satu koma dua dekade.

Penantian yang panjang.
Sangat panjang.

Sebuah penantian untuk merebut hagemoni sebagai Reyes de Europa (King of Europe).

Menjadi Juara Uefa Champion League.

Terakhir kali piala si kuping besar digenggam Real Madrid adalah pada tahun 2002 tahunnya piala dunia Korea-Jepang.
Kini di tahun piala dunia Brazil 2014, dehaga titel tertinggi benua biru terpenuhi sudah.

Jalannya pertandingan begitu dramatis dan menguras emosional fans, utamanya Madridista di sembilan puluh menit awal pertandingan.

Permainan yang penuh kehati-hatian diantara keduanya membuat pertandingan berjalan monoton. Kritikus mengecam gaya permainan yang tak selayaknya final kejuaraan level Eropa.

Pada menit ketiga puluh enam, arah angin membela Atletico.
Kesalahpahaman Iker Casillas kiper Real membaca arah bola membuat Diego Godin membobol jala Real dan membuat Iker terguling kedalam gawang.
Bola meluncur, Atletico Madrid 1-0 Real Madrid.

Hingga menit terakhir dari sembilan puluh waktu normal, tak ada lagi gol yang tercipta.
Madridista frustasi, kekalahan semakin nyata, La Decima tampak tak realistis lagi.

Dan bola itu tak pernah kotak.
Gelinding bundar bola sepak berguling membela Real Madrid. Sundulan maut kepinggir bawah gawang Atletico oleh bek kawakan Real Madrid, Sergio Ramos Garcia, merenggut trofi UCL yang sudah didepan mata Diego Simeone Army. 

Menit 90+3 skor satu sama untuk kedua tim ibukota Spanyol.

Game On!

Tak ada yang berubah pada babak pertama dari tambahan waktu 2x15 menit. Babak kedualah yang menjadi penentunya. 

Semuanya Berubah ketika Angel Di Maria (bukan negara api) menyerang !

Tendangan kerasnya ke arah gawang memang ditepis Thibaut Courtois,
Tapi pahlawan Copa Del Rey 2014 ada disaat dan posisi yang tepat, ya Gareth Bale menyambut bola rebound dan menyundulnya ke sudut kanan atas gawang Atletico.

Meledaklah kebahagiaan Madridista di seluruh dunia !

Real Madrid 2-1 Atletico Madrid.

Fisik yang terkuras habis dan mental yang terpukul, hanya selang delapan menit barisan bek Atletico membiarkan saja punggawa timnas Brazil Marcelo menggiring dan melesakkan bola dengan keras ke tengah gawang Courtois.

Bam !
Tendangan Marcelo terlalu keras untuk dihentikan sang kiper pinjaman dari Chelsea.

Skor 3-1 untuk Real Madrid !

Tambahan gol dari Marcelo sebenarnya sudah cukup melebihi ekspetasi para Madridista.
Bahkan sebenarnya skor 2-1 saja sudah merupakan kemenangan besar bagi para fans Los Blancos.

Tapi buyarnya semua aspek fisik dan psikologis punggawa Los Colchoneros membuat mereka memberikan penalti yang tak perlu.

Seakan tak lengkap tanpa sang mega bintang, Cristiano Ronaldo Dos Santos Aveiro melesakkan dari titik penalti torehan gol ke 17 nya di UCL musim ini !

High Above All Expectation ! 

Dari tertinggal 0-1
Sepanjang 90 menit awal.

Kemudian membalikkan 4-1
Di menit penutup 120.

Terlalu Luar Biasa !

Sebuah manifestasi nyata tentang betapa tipisnya kejayaan dan kegagalan.

Hanya butuh bertahan lima menit lebih saja.
Ya lima menit saja! 
Tambahan lima menit dari sembilan puluh waktu normal yang ada.
Apabila pertahanan Atletico Madrid mampu fokus konsentrasi di waktu tersebut, maka gelar pertama mereka pastilah dapat direngkuh.

Betapa tipisnya antara Glory and Losers.

Hanya kurang dari dua menit dari waktu yang tersisa Real Madrid menyeimbangkan skor.

Dan hanya dalam rentang sepuluh menit, Bale (menit 110), Marcelo (118), dan ditutup Penalti Cristiano (120).
Skor telak Real Madrid 4-1 Atletico Madrid menjadi fakta sejarah Kejuaraan Eropa.

Congrats Real Madrid !
Berpestalah Madridista !

Vamos Real !
Hala Madrid ! 

Selasa, 20 Mei 2014

Kopi Bola dan Rokok Politik

Bagi kebanyakan pria Indonesia, Kopi dan Rokok adalah kesatuan yang tak terpisahkan

Kata mereka yang mayoritas ini,
Kopi tanpa Rokok
Bagaikan langit tanpa awan.
Bagaikan malam tanpa bintang.
Kosong dan hampa...

Terdengar hiperbola.



Apapun istilahnya...

Nyatanya kopi dan rokok menjadi konsumsi sehari-hari pria Indonesia

Adalah sebuah candu nyata
Dari kafein dan nikotin,
konsumsi ini menjadi meningkat ketika para individu berkumpul dan membahas hal-hal yang sangat debatable tak berujung

Sepakbola atau Politik.

Sepakbola adalah industri besar.
Ini bukan hanya tentang pertandingan 2X45 menit, ini lebih dari itu.

Industri ini merupakan tempat perputaran uang dalam jumlah yang tak terhingga.
Mulai dari transfer pemain, ticketing penonton, hak siar televisi, iklan dari brand-brand ternama, dan masih banyak lainnya.

Dan tiap-tiap hal tersebut diatas menjadi bahan perbincangan menarik diantara didihnya segelas kopi dan kepulan asap rokok.

Politik.

Politik adalah hal rumit, namun tak bisa ditinggalkan.
Apapun levelnya
Apakah pemilihan Bupati, Walikota, Gubernur, lebih-lebih pemilihan Presiden, akan menjadi bahasan panjang berbusa-busa, terlebih jika partner diskusi adalah oposisi idealisme sang pendiskusi, akan panjang ceritanya.

Budaya banyak bicara dan sedikit kerja masih merasuk diakar rumput negara kita.
Lebih mudah memang mengkritik dan menyalahkan pemerintah atas sulitnya ekonomi.
Mudah saja memaki pemain dan pelatih tim idola mereka yang kalah.
Akan lebih berisik lagi cacian itu jika kalah karena judi bola.
Penyakit akar rumput.

Sepakbola memang seperti Kopi.
Nikmat saat didih, dan tak bosan-bosan dikonsumsi setiap hari.

Politik-pun laksana Rokok.
Beracun dan jelas-jelas berbahaya, tapi candunya saat ini lebih nikmat daripada ancaman bahaya di masa yang akan datang.


Mari angkat tangan

dan bersulang

untuk Secangkir Kopi Bola

dan Sebungkus Rokok Politik.

Sabtu, 10 Mei 2014

Kinan

Suatu siang di Kantor

"Pak Awan, sibuk gak?" Kinan bertanya.
"Butuh bantuan apa Kinan?" Awan menjawab paham.

"Bantuin mindahin meja kantorku dong"

"Ayokk, yang lain mana?"

"Udah kita bedua aja"

"Loh, mejanya besar lo, kamu kuat?"

"Kuaattt"

Dan mejapun berpindah.

"Mestinya kamu nunggu yang lain aja ki, masak kamu yang geser-geser meja berat ini".

"Ihh, lama pak kalo nunggu mereka"

"Abis mestinya kan kamu gak perlu angkat-angkat begituan"

"Gapapa pak, cewek harus mandiri, hehe" Kinan mengujar sambil tersenyum menatap Awan.

Awan hanya membalas tersenyum.
Kehabisan kata-kata.
Perempuan ini selalu punya kejutan untuknya.

Bukan kali ini saja Awan melihat Kinan mandiri berbuat sesuatu yang harusnya hanya lelaki yang melakukan.

Pernah suatu ketika di pagi hari.
Awan tak melihat keberadaan Kinan dimejanya.
Dan ternyata Kinan sedang duduk dilantai.
Dengan obengnya, tanpa canggung, dia mengencangkan baut yang tidak mengunci rapat seater kursinya.

Tak perlu alasan, dia melakukannya sendiri.

Awan mengagumi Kinan.

Dulu sekali.
Pada awal mula pertemuan mereka.
Mereka tak menyukai satu sama lain.

Kinan menganggap Awan slengean.
Awan menganggap Kinan judes.

Dulu sekali.
Ketika Awan baru saja menerima promosi atas pencapaiannya.
Semua orang mengucap selamat.
Hanya Kinan yang berucap berbeda:
"Oh bagus, biar berasa tanggung jawabnya jadi manajer" judes Kinan berkata tanpa melihat ke Awan.

Judes dan Sinis.

Tapi belakangan Awan merasa itu adalah sebuah kalimat motivasi untuknya
Untuk membuktikan prestasi dirinya.


Kinan adalah perempuan bertubuh kecil dengan kedewasaan didalam diri.

Seringkali menjadi tempat curhat dan penengah disaat timnya bertengkar dan mendumel satu sama lainnya.

Kinan pernah punya masa lalu yang tak menyenangkan, tapi dia move on dan semakin dewasa karenanya.

Kinan itu Mandiri dan Dewasa.

Kadang dari meja kerjanya, Awan memandang Kinan. Melihat betapa sibuknya si gadis kecil itu.

Gadis yang tak lelah bekerja keras.

Gadis yang tak pernah lupa menari mengikuti irama kehidupan, dibawah hujan deras permasalahan.

Gadis kecil mandiri pekerja keras yang bernama Kinanti Asriana.

Identitas Perantau

Pernah merantau?

Dulu saya pernah.
Menjejakkan kaki ke City of Hope:
Jakarta.

Tentu saja untuk urusan pekerjaan.

Dan tentu saja orang-orang baru yang saya kenal menanyakan pertanyaan klasik:
"Kamu orang mana?"
Pertanyaan yang susah-susah gampang.
Dan saya menjawab:
"Orang Surabaya".

Umumnya bagi orang lain yang ditanyakan hal yang sama, jawaban saya sudah menyelesaikan pertanyaan.

Saya tidak.

Selalu saja, dan sering kali teman-teman Jakarta itu mengatakan:
"Masak sih? Logatmu gak ada medok-medok jawanya sama sekali!".

Dan kemudian ceritanya jadi panjang. Karena memang saya bukan asli Surabaya, dan memang meski sudah lama menetap di provinsi paling timur pulau Jawa itu, logat saya tak kunjung melumer dengan tempat saya menetap tersebut.
Saya pun harus menjabarkan panjang kali lebar sama dengan luas, tentang mengapa saya mengaku Jawa meski berlogat luar Jawa.

Apa yang saya alami adalah kebalikan dari apa umumnya pengalaman yang didapatkan teman-teman Surabaya saya ketika merantau ke Jakarta.

Dengan logat khas Jawa Timurnya, teman-teman saya selalu memancingkan sebuah pertanyaan yang diumpankan kepada mereka:
"Kamu orang Jawa kan?".

Umumnya dan seringkali, teman-teman saya tersinggung dengan pertanyaan itu. Mereka marah karena merasa Jakarta adalah bagian dari Pulau Jawa, dan pertanyaan tersebut terdengar sangat ganjil.

Ya memang, orang Jakarta dan sekitarnya menyebut orang Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai orang Jawa, dan orang Jawa Barat disebut orang Sunda.

Bagi saya pribadi, tak ada maksud SARA daripada teman-teman Jakarta, ini hanya masalah pemilihan bahasa belaka saja.

Orang Jakarta, Orang Sunda, Orang Jawa adalah identitas yang kita miliki.

Dan bukankah kita harus bangga dengan identitas kita, apapun itu, Bukan?

Rabu, 07 Mei 2014

Tentang Mindset Pendidikan

Pernahkah anda ketika kecil dinasehati untuk kuliah di Fakultas Kedokteran atau di Institut Teknologi seperti ITB atau ITS?

Darimana nasehat para orangtua kita itu didapat?

Jelas itu adalah sebuah mindset.
Dan mindset umumnya didapat ketika mereka masih muda dulu.

Darimana asalnya mindset itu?
Akan menjadi diskusi dan perdebatan panjang.

Maka izinkan saya memberikan opini...

Mindset generasi terdahulu diyakini dimulai dari pidato-pidato para pemimpin negara ini.

Ketika Presiden Soekarno masih menjabat.

Bung Karno dalam satu pidatonya menekankan bahwa Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga terdidik teknik dalam jumlah banyak.
Itulah kenapa Bung Karno menolak program Keluarga Berencana.
Dalam menekankan fatwanya itu, Bung Karno mengatakan bahwa anak-anaknya harus kuliah di Fakultas Teknik.
Bahkan Bung Karno mengancam siapapun pemuda-pemudi yang bukan Insinyur (Sarjana Teknik) tidak boleh berani mendekati putra dan putri sang Presiden.

Itulah awal mula mindset: sukses itu apabila kuliah di Fakultas Teknik.

Jangan samakan pidato Bung Karno seperti pidato presiden kita saat tulisan ini diterbitkan.
Di zaman sekarang, presiden pidato, rakyat ganti chanel TV.

Di Zaman Bung Karno, setiap beliau pidato, rakyat berbondong-bondong mendengarkan.
Bahkan anak SD dizaman itu akan berkumpul di lapangan, bukan untuk upacara, tapi mendengarkan pidato sang presiden dari siaran radio.

Jadi bukan hal yang mengherankan jika generasi orang tua dizaman itu memiliki mindset yang ditanamkan sang The Great Architect of Indonesia: Insinyur Soekarno.

Waktu bergulir.
Arah angin pun berubah.

Di era 2000an
Kebanggaan kuliah di Kedokteran dan Teknik masih ada, tapi tak sederas dulu.

Semangat kewirausahaan dan tumbuhnya banyak Bank di Indonesia.
Membuat Fakultas Ekonomi kebanjiran peminat.
Tumbuhnya banyak sekolah tinggi ekonomi adalah indikator betapa banyaknya minat akan fakultas tersebut.

Lalu jika mindset lama telah ditinggalkan, maka mindset mana yang harus kita miliki?

Ada sebuah kalimat yang populer saat ini: "Follow you're passion"

Jika dibedah kalimat diatas akan menjadi bahasan yang panjang.
Jika disederhanakan dan dikaitkan dengan pendidikan maka pesan kalimat itu adalah pilihlah fakultas yang sesuai dengan minat (passion) si calon mahasiswa.
Jika dia punya minat kuat terhadap sebuah fakultas, maka berprestasi dan sukses akan lebih mudah diraih.

Ya itu skenario-nya.

Akan tetapi.
Bagaimana jika si calon mahasiswa tidak tahu passion-nya?

Jawaban paling realistis adalah dengan main aman.
Yaitu masuki fakultas-fakultas favorit yang dicari banyak perusahaan besar, seperti Fakultas Ekonomi dan Teknik.

Kenapa?

Karena pada akhirnya, jika kita tidak bisa puas dengan bidang kuliah kita, minimal kita bisa puas dengan kompensasi pekerjaan dari hasil kuliah di fakultas favorit.

Pragmatis?
Mungkin.
Tapi anggap saja realistis.

Diakhir masa perkuliahan saya.
Disebuah Fakultas Ekonomi.
Saya baru menyadari Passion saya adalah menelaah buku-buku populer dan mentafsir ulangnya melalui goresan tinta saya.

Itu berarti, harusnya saya berkuliah di Fakultas Sastra

Ketika saya menyadari passion saya

Semua sudah terlambat.

Kamis, 01 Mei 2014

Laut Lepas

Angin berhembus kencang
Diatas lautan bening
Memantulkan langit biru

Perjalanan kapal berjam-jam dilaluinya dengan tenang.

Kapal bergerak naik turun bergelombang memecah arus.
Beberapa penumpang mabuk laut.
Pria itu tidak.

Alunan denting lagu yang menyumpal telinganya menambah syahdu suasana.
Melengkapi keheningan hatinya yang membawa pikirannya melamun jauh terbang keawan.

Kepulauan seribu memang indah.
Banyak pulau -yang entah apakah benar berjumlah seribu- indah bertebaran, dengan resort-resort yang menyempurnakan pesona wisatanya.

Membawa keluarga, membawa teman, membawa siapapun, akan menyempurnakan kesenangan berwisata disana.
Tempat penat dijauhkan.
Tempat pekerjaan tertinggal, diseberang pulau.

Rumah-rumah penduduk disewakan.
Rumah yang ber-AC dan ber-air bersih.

Pria-wanita, tua-muda, bersuka ria menaiki sepeda-sepeda, mereka mengayuh dengan semangatnya, tak sabar menemui pantai dengan pasir halusnya.

Banyak kerikil menghampar.
Kaki telanjang kegelian menginjaknya.

Seru dan Menyenangkan.

"Suasananya menyenangkan ya Ki"
"Iya Aw, tenang dan menenangkan"
Kinan dan Awan bertukar kesan.

Mereka duduk dibongkahan kayu-kayu, kaki mereka memain-mainkan pasir pantai, bersenda gurau dengan alam.

Suasana alam tak pernah setenang ini.

Pulau ini memiliki reruntuhan pelabuhan kapal.
Reruntuhan batu yang semakin melengkapi keeksotisan si pulau.

"Anginnya kencang Ki"
"Hihi iyaaa, damai banget ya Aw"
"Gelombang airnya kenceng banget, kalo nyemplung jangan-jangan entar kebawa sampai Jakarta lagi" Awan berteori.
"Hihihi, kalo aku kecemplung ke laut sana, kamu bakal nyelamatin aku ga?" Khayal Kinan.
"Pastiii, tapi kalo udah nyemplung kita gak usah minggir ke pantai, biarin kebawa arus sampai Aussie" ucap hiperbola Awan.
"Hihihihi" kikik Kinan.

Mereka berdua menatap langit keatas, menikmati udara yang berhembus kencang dan deburan ombak yang menabrak-nabrak karang.


Kapal-kapal banyak bersandar di pelabuhan, hendak mengantar para wisatawan.
Angin begitu kencang, laut bergelora, alam begitu bersemangat menyambut wisatawan.

Byurrr....
Satu per satu wisatawan dengan pakaian snorklingnya jatuh menceburi laut.
Ada yang begitu menikmati.
Ada yang terengah-engah menelan air garam, buah ketidaktahuan cara pakai slang pernapasan.

Awan berkali-kali meminum asinnya air garam, hasil kelalaian tidak memakai alat pernapasan.

Awan melihat Kinan.
Sama terengah-engahnya.
Berkali-kali Awan membenarkan kacamata snorkling Kinan, membenarkan selang pernapasannya.

Kali ini, Awan merasa berbeda.
Melihat mata Kinan dari dekat, dengan bibir yang basah, ditengah deburan lautan luas.
Tak pernah sebelumnya,
Kinan terlihat seeksotis ini.

Angin berhembus sangat kencang.
Membawa deburan ombak menerpa mereka.
Kapal berjangkar pun tak mampu tetap bertahan, terombang-ambing dibawa arusnya laut, perlahan demi perlahan.

Mereka mencelupkan kepala kelautan, melihat banyaknya karang dilautan, bermacam bentuk, beraneka ragam. Indah.

Awan menunjuk-nunjuk kearah karang-karang yang berhamburan luas, derasnya arus lautan tak menghalangi. 
Demi hanya ingin berbagi indahnya lautan. 
Hanya kepada Kinan seorang.

Awan menggenggam tangan Kinan.
Memastikan mereka tak terpisah.
Bukan hanya dalam arti hari itu saja.
Ia ingin Kinan selamanya, selamanya, selamanya...

Lautan dingin.
Tak terasa hangatnya tangan Kinan.
Tapi hati sudah begitu hangat.

Lautan luas.
Karang-Karang yang indah.
Tangan Kinan dalam genggaman.
Berbasah-basahan bersama.

Apa lagi yang harus diminta Awan?
Sempurna...
Hari itu begitu sempurna.

Diatas kapal mereka duduk bersama.
Kinan bersandar dibahu Awan.
Mereka hanya diam.
Menatap Senja.
Kelelahan berbasah-basahan melihat karang.

Matahari senja mulai menghampiri.
Hari apapun tak ada yang abadi.

Hari yang selalu indah.
Membawa kebahagiaan sampai kelangit.

Membawa kenangan mengalir.
Kenangan akan Kinan.
Ke Laut Lepas...

Kamis, 24 April 2014

Negeri Utopia

"Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang negeri di awan
Dimana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kaubawa
Aku menuju kesana"

Sepenggal lirik lagu dari Katon Bagaskara. Sebuah lagu yang mungkin berkisah tentang pengharapan (jika tak mau disebut utopia) akan negara yang ideal dan harmonis.

Pernahkah ada?

Jika menelaah kembali lembaran demi lembaran sejarah kerajaan nusantara bahkan dunia, pernah satu atau dua kali kita menemukan kisah kerajaan ideal itu:
Raja yang adil, pertanian dan perdagangan yang maju, dan pada akhirnya rakyat yang damai dan sejahtera.

Jika hal yang dituliskan benar adanya, kemana kerajaan-kerajaaan itu?

Tak ada lagi.

Negeri dongeng itu sudah punah.
Dan kita yang jauh dari peradaban itu, hanya berujar eksistensi negara tersebut hanya utopia.

Rumput tetangga selalu lebih hijau.
Seringkali dalam pencarian negeri ideal, manusia mencari ke negara lain, berharap ada di nun jauh disana.

Adakah?
Secara temporer kadangkala ada.
Secara permanen tak pernah ada.


Seorang pemuda, berkeluh kesah tentang kota wisata idolanya di jawa tengah, kini penuh copet dan penipu.
Rasanya baru kemarin dia memuja muji setinggi dewa bahwa kota ini akan jadi tempat tinggalnya dimasa pensiun, hidup tenang dan damai.
Hari ini, utopia-nya bertahun-tahun lalu usai.


Petinggi pariwisata Indonesia pernah berbangga hati akan pembuatan film Eat,Pray,Love di Bali. Film itu akan mempromosikan Indonesia katanya.
Statement itu pasti keluar dari mulut mereka yang tak membaca versi novelnya.

Di novel aslinya, si penulis mengungkapkan bahwa Bali tidak sesuci tampakan luarnya.
Meskipun polisi Bali memakai bunga ditelinganya, nyatanya ketika si penulis ingin memperpanjang masa tinggal liburnya, dia cukup menyogok polisi Bali.

Selugas itu dia membuka borok korupsi di negara Indonesia.

Moralnya. Bali-pun bukan negara utopia yang diimpi-impikan.
Tak seindah itu.

Lalu apa yang harus kita pilih.
Tetap diam termenung di kota yang terasa menahan kita.

Atau

Pergi.
Jauh.
Lepas.
Kemana hati ingin pergi
Ke tempat-tempat yang mungkin mempertemukan kita dengan teman-teman baru...
dengan kebijaksanaan baru...

Selasa, 22 April 2014

Usia dan Sudut Pandang

Pernahkah didua waktu dalam hidup, kita melihat hal yang sama, namun berkesimpulan berbeda?

Apa yang membuat beda?
Hal yang diluar itu sana?
Atau diri didalam sini...


Ada sebuah film berjudul Cinta Pertama.
Diperankan Bunga Citra Lestari dan Ben Joshua.

Sebuah cerita tentang kegagalan wanita memiliki cinta pertamanya.

Klise.

Berapa dari kita yang bisa menikahi cinta pertamanya?
Andakah disana orang beruntung itu?

Bagi remaja yang menonton film Cinta Pertama, film itu berat.
Bukankah film tentang cinta pertama seharusnya bercerita kencan seru di taman, mall, dan tempat asyik lainnya? Nyinyir mereka para putih biru atau abu-abu.

Bagi dewasa, that's movie its all our story.
Sebuah cerita tentang Wanita yang tak mau percaya bahwa dia tak bisa memiliki cinta pertamanya.

Dalam satu adegan Alya yang diperankan BCL tak mau bersiap-siap untuk hari pernikahannya, dia berkata bahwa pernikahannya belum tentu jadi.
Sebuah kalimat penghibur diri dan pengabur kenyataan. Sebuah harapan semu bahwa yang dinikahi Alya seharusnya Sunny sang cinta pertama-nya.

Satu Film.
Remaja bersikap nyinyir.
Dewasa mengharu biru.


Mengapa bisa berbeda begitu...
Faktor Umur?
Pendidikan?
Pengalaman?
atau semuanya.


Dari "Cinta Pertama Study Case" diatas.
Mungkin bisa ditarik kesimpulan, semakin usia bertambah, semakin seseorang tersentuh akan sebuah peristiwa kegagalan.
Si dewasa mungkin tertawa mengingat, atau tersenyum miris terharu.


Semakin senja umur
Maka diam, melihat, merenung dan menyimpulkan jadi pilihan yang lebih baik daripada mengkritik atau bersikap nyinyir.

Oh benarkah....

Sabtu, 19 April 2014

Sebutir hal tentang Komunis

Atheis.

Itulah keimanan kaum komunis dari tafsir pribadi saya.

Sebagai orang yang lahir dimasa kekuasaan orde baru, saya jelas mendapat brainwash bahwa komunisme adalah musuh negara.

Seiring berjalannya waktu, semakin saya tertarik mempelajari tentang komunis.

Komunis-lah (melalui PKI-nya) yang menjadi sumbu dari dinamit besar yang menumbangkan idola politik sepanjang masa saya Bung Karno.

Dikala ayah saya masih sd, disebuah desa dipedalaman sumatera, komunis datang mengajarkan sebuah idealisme (tepatnya cuci otak) kepada mereka semua bocah-bocah sd.

Para komunis meminta anak sd itu memejamkan mata dan berdoa meminta pensil kepada Tuhan.
Dan kemudian komunis bertanya apakah Tuhan memberikan pensil kepada mereka?

Nenek gayungpun tau tidak ada pensil yang tiba-tiba turun dari langit.

Kemudian komunis mendikte agar anak-anak sd itu meminta pensil ke mereka, dan tentu saja si komunis memberikan tiap anak sd polos itu sebatang pensil.

Dan si komunis memberikan pesan moral bahwa Tuhan tidak ada, terbukti dari permintaan pensil mereka ke Tuhan.

Komunis bermain logika.
Anak sd yang masih mentah akalnya bisa saja terperdaya, dan kemudian mengimani ke-atheisan-nya komunis.

Tau bahwa lagu sangat kuat mempengaruhi anak-anak.
Komunis membuat lagu:

"Nasakom bersatu, singkirkan kepala batu..."

Kepala batu adalah jendral-jendral seperti jendral Achmad Yani dan koleganya. Begitu tafsir yang disadur dari pengajar komunis yang roadshow di sekolah dasar pada periode orde lama.


Waktu beranjak.
Tahun 1965 komunis diberangus pemerintah berkuasa.

Dikala ibu saya sd, ada teman sekelasnya yang ber-orangtua-kan komunis.
Tentara pemerintah datang mengunjungi kelas, dan dihadapan teman sekelasnya si anak simpatisan komunis itu dijemput paksa.
Sejak hari itu ibu saya tidak pernah bertemu dengan teman-nya itu lagi.

Apakah si anak sd itu saat ini menjadi orang tua dari anak-anak seperti ibu saya?
Ataukah menjadi tulang belulang, seperti jutaan komunis diperiode 1965-an itu?

Entahlah...

Jumat, 18 April 2014

Tentang Pemilu

Entah ini pemilu yang keberapa

Seolah selalu ada harapan baru
Meski dimasalalu selalu dikhianati sang harapan

Kita semua.
Tak pernah berhenti berharap bahwa dipemilu ini (untuk kesekian kalinya) bahwa pemimpin yang sejati akan datang

Adakah pemimpin ideal itu?
Jelas tergantung perspektif

Saya pribadi mengidolakan Jusuf Kalla.

Dipemilu 2009.
Saat hampir semua teman saya percaya akan pencitraan SBY
Saya memilih Jusuf Kalla sebagai the Real President saya

Waktu membuktikan kebenaran saya atau teman-teman yang mayoritas itu.

Saya percaya bahwa intuisi identifikasi personal saya tidak salah.

Seperti yang diketahui kemudian, Jusuf Kalla kalah.
Pencitraan menang.

Lalu anda harus bagaimana ketika mayoritas teman anda punya persepsi kepemimpinan yang berbeda jauh dengan anda?

Jelas tak bisa disalahkan juga mereka yang terpedaya itu.
Jika anda partisipan pemilu hanya lima tahun sekali, jelas fondasi intuisi politik anda keropos dan rentan terperdaya oleh pencitraan media.

Maka seharusnya partipisan itu menjadikan politik sebagai sarapan sehari-harinya.
Agar tak terperdaya pencitraan media.

Hari ini, ditahun 2014.
Sebuah perubahan diharapkan

Jokowi dicalonkan.
Dia orang baik
Tapi apakah cukup kuat?
Saya berharap seorang Negoisator ulung seperti Jusuf Kalla yang mendampinginya

Jika jadi nyata...

Pilpres saya tidak ragu mencoblos kertas suara yang mana.

Senin, 07 April 2014

Langit yang Sama

Sebuah hari
Di perkantoran daerah Kelapa Gading.

Seorang pria diperkenalkan sebagai anggota baru sebuah kantor.

Sebuah awal dari semuanya...

"Siapa sih dia"
Tanya Kinan ke rekan sejawatnya.
"Katanya manajer baru departemen sebelah tuh" sahutnya
"Hmm muda dan tampaknya slengean ya" kinan menuding sambil melihat pakaian si pria yang sedikit kusut dan keluar dari celananya.


Kantor itu kecil saja, efisien dan membuat para penghuninya pasti berinteraksi satu sama lain.

Suatu siang.
Sang pria memfotokopi sebuah berkas
Dan ketika,karena fotokopi di kantor itu hanya satu saja.

Si pria pun bertemu Kinan.

"Fotocopy apa pak?" Kinan berbasa-basi.
"Oh enggak, kertas-kertas buat meeting aja mbak, oh iya maaf mbak siapa ya?'
"Kinan pak" dia tersenyum manis ke sang pria.
"Salam kenal ya Kinan, namaku Awan" reflek Awan tersenyum melihat senyum Kinan.


Sebuah siang yang panas.
Matahari menyembulkan sinarnya menembus jendela kantor...


Kinan berjalan melewati lorong antar departemen.
Dia melihat Awan duduk berdiskusi dengan rekan-rekannya

Yang mengganggu Kinan, Awan berdiskusi dengan duduk diatas meja.
Bagi seorang gadis tulen yang menjunjung tinggi tata krama seperti Kinan, perilaku Awan sangat mengganggu.

Tau dirinya diperhatikan, Awan melirik ke Kinan
Kinan memilih membuang muka
Membiarkan wajahnya terkena hempasan cahaya hangat matahari.


Kantin Kantor.

Panas cuaca dan kerja yang keras.
Sebuah kombinasi manis yang pantas dihadiahi minuman dingin.

Awan mencari-cari minuman yang dia inginkan
Ketika menemukannya dia tak hanya mendapatkan minuman, dia mendapatkan seorang Kinan sedang duduk sendiri dimeja kantin.

"Sendiri nih, Nan" basa basi yang amat basi dari Awan.
"Ah enggak, bedua sama teh botol dingin nih" balas Kinan dengan penekanan yg diiringi senyum judes.

"Ouchh gitu ya" Awan bergumam
"Engg tadi lewat departemenku ya kamu, jarang-jarang padahal" Awan berusaha mencairkan suasana agar cair seperti teh botol nya Kinan

"Iyaa,pas banget liat kamu lagi duduk-duduk ngeboss diatas meja!" Tuding Kinan to the point.

"Ahh itu kan biar gak kaku aja sama anak-anak, biar suasana cair" argumen Awan membela diri

"Memangnya duduk dengan lebih sopan gak bisa mencairkan suasana?" Balik Kinan menyerang

"Ya bisa sih, tapi enakan gitu sih" Awan mulai mengkeret kalah argumen.

"Ohh gitu ya!" seru Kinan sambil memicingkan mata ke Awan
"Udah aku cabut dulu ya, banyak kerjaan nih" tandas Kinan,pergi tanpa membiarkan Awan sempat membalas.



Hari-hari berikutnya, tak ada interaksi dari keduanya.
Kinan merasa ilfil dengan Awan.
Memilih menghindar dan tak berbicara dengan Awan.
Awan tahu, tak ada gunanya memaksa, sehingga dia membiarkan yang terjadi, terjadilah, Que Sera Sera, whatever will be will be.


Hari-hari dingin diantaranya terus bergulir, meskipun Perkantoran Kelapa Gading panas seperti Gurun.



Tempat fotocopy kantor.


Awan sibuk membaca dokumen-dokumen kantor yang banyak, sambil berjalan.
Tak dilihatnya Kinan dari arah berlawanan
Merekapun bertabrakan dan menghamburkan dokumen-dokumen mereka.


"Waduhh,maap banget Nan, suer gak ngeliat kamuu" tergopoh-gopoh Awan minta maaf ke "Perang Dingin" -nya itu.
"Iyah gapapa" Kinan berkata sambil membereskan dokumen
"Hmm ini apa nan" Awan bertanya,sambil membaca dokumen bertuliskan "Promotion Development Program (PDP)".
"Cuma dokumen-dokumen baru yang harus dipelajari pak" Kinan bergumam pelan.


Kafe dekat Kantor.

Kinan tampak kusut menatap dokumen dan laptopnya.
Entah kebetulan semata atau karena kafe itu tempat favorit. Awan ada di kafe yang sama.

"Hai Nan" sapa Awan
"Ohh, hai pak" balas Kinan
"Bikin materi presentasi PDP emang ribet sih, aku dulu pusing banget bikinnya" ujar Awan sambil menatap laptop Kinan.
"Oh iya,pak Awan pernah juga dulu ya"
"Iya Nan, banyak banget data yang harus dikumpulin"
"Iya pak bingung mulai dari mana"
"Gini nan, kamu kumpulin aja data 3 bulan terakhir dari tema yang kamu angkat, nanti bandingin head to head growthnya dengan 3 bulan kedepan. Pointnya yg dicari di PDP adalah dampak langsung dari kerjaanmu ke growthnya kita. Intinya before after effectlah" beber Awan panjang lebar.

"Hmm,iya juga ya pak, jadi keliatan perbandingannya" Kinan berfikir.

Hari-hari Kinan disibukkan dengan PDP-nya membuat dia semakin tak punya waktu bersosialisasi.


"Nan, masih sibuk PDP-nya?" BBM Awan
"Iya pak, sibuk banget nih" reply Kinan
"Besok ayo temenin aku main ya" ajak Awan
"Kemana pak" tanya Kinan
"Ada deh,seru kok" lugas Awan
"Hmm,oke deh" tandas Kinan


Esoknya....

"Oh ke (Taman) Anggrek yaa" Gumam Kinan
"Iyaa, belum pernah ice skating-an kan? Nyoba yukk" Awan mengajak
"Tapi,aku gak bisa main gituan pak" Kinan meragu
"Oh, sama dong aku juga gak bisa" Awan menukas sambil menarik tangan Kinan
"Looohhh" Kinan bingung memucat dan meragu



Dan dalam satu setengah dari dua jam jatah bermain Skating ke depan, mereka habiskan dengan pantat menempel dinginnya lantai es di arena skating.

Kinan yang tak bisa,terus mengekor memegang baju Awan, membiarkan Awan mengajaknya berputar-putar di arena skating.
Seru mereka bermain.
Seru mereka tertawa-tawa
Mentertawakan ketidakbisaan mereka, dan ke-amatir-an pengunjung skating lain yang terjatuh didinginnya lantai es.


"Haha seru yaaa" tukas Awan
"Ihh iyaa, abis banyak jatuhnya sih, hihihi" Kinan tertawa cekikikan

"Skating udah, maem udah, ayo kita duduk-duduk santai di taman yuk Nan" ajak Awan
"Ayok ajah pak, Taman mana?" Tanya Kinan
"Ada Taman enak dideket HI tuh" Awan berkata

Dan mereka menyusuri jalan, melewati flyover Roxy, untuk sampai ke Taman teduh idola Awan.



Taman Suropati...



"Ihh tempat apa iniihh" sinis Kinan berkata
"Tempatku kalo melepas lelah Nan, hehe" jawab Awan meredakan sinis Kinan
"Lihat, tempatnya ijo-ijo gini,nyenengin liatnya, oase setelah tiap hari liat aspal panas jalanan Jakarta muluk, hehe" cerocos Awan
"Ayoh duduk-duduk disitu" tunjuk Awan ke salah satu tempat duduk di Taman.
"Kamu tau, disini sering loo ada anak-anak mahasiswa seni yang latihan, bawa gitar, biola, terus nyanyi, gilak lo suara mereka keren-keren kayak Sammy Kerispatih atau Raisa kalo cewek" beber Awan panjang lebar dengan antusias
"Iya juga ya pak, kalo sore-sore ngobrol sama teman asyik nih, sampe pagi juga oke" balas Kinan dengan senyum senang.
"E tapi selain mahasiswa seni, disini juga kadang ada banci pengamen lo, haha" ujar Awan


Dan tampaknya, seperti Voldemort yang namanya tak boleh disebut karena dia akan hadir kepadamu.
Banci pengamen yang disebut-sebut Awan pun datang menghampiri.

Dan jadilah Awan dan Kinan mendengarkan Banci tersebut menyanyi dan joget-joget tidak jelas.
Ketika Kinan memberi mereka receh, si banci mencolek dagu Awan kemudian berlalu.
Kinan tertawa cekikikan.

"Hihi ada-ada aja" masih Kinan cekikikan
"Salah aku juga sih nyebut nama mereka, muncul deh, hahahaha" Awan ngakak


Dan hari itu, menjadi date yang menyenangkan untuk mereka.
Malam beranjak.
Dan mereka pulang ke peraduan masing-masing.



Hari yang sempurna dan dinanti Kinan tiba.
Pengumuman PDP
Singkat saja pengumuman itu
Tertulis:

"Congratulation to Kinanti Asriana karena telah berhasil menuntaskan Promotion Development Program dan berhak atas hak dan kewajiban yang mengikatnya"

Kinan berhasil.

"Pak Awaaannnnn, aku berhasiiillll" Kinan berbagi kabar bahagianya dengan Awan

"Weeeeeeeee, Congrats Kinaaannnnn" Awan memeluk Kinan.



Hanya beberapa saat setelah ucapan selamat itu. Awan dipanggil HRD.
Singkat saja HRD menyampaikan sebuah pesan yang merubah raut muka Awan.
Dari balik kaca ruangan, Awan masih melihat ekspresi gembira Kinan merayakan keberhasilan dengan teman-temannya.
Kali ini Awan menatap dengan nanar.


Suatu Malam di Kafe.

"Nan, I must say something important to you" ucap Awan dengan wajah serius
"Apa?" Kinan melihat raut serius Awan
"HRD barusan bilang, minggu depan aku dimutasi ke Surabaya" Awan to the point

Kinan diam melongo, dia berusaha mencerna.
Malam itu menjadi malam yang berat.


"Bagaimanapun ini tak dapat dihindarkan, aku mendukungmu apapun yang terjadi" Kinan mencoba bijak
"Aku berharap sebenarnya kita bisa seperti Nugroho dan Yanti yang bisa LDR dan akhirnya menikah" harap Awan
"Entahlah Awan, aku tak yakin" geleng Kinan meragu


Ruang Tunggu Bandara Soekarno Hatta


"Nan aku berangkat ya" BBM Awan
"Kamu hati-hati ya, sukses disana" Kinan mendoakan


Pesawatpun terbang tinggi.
Membawa asa terbang tinggi.



Perkantoran Rungkut, Surabaya.

Awan menatap langit biru.
Dia berharap Kinan sedang memandang langit yang sama

Tempat teduhnya mempertemukan mereka
Tempat teduhnya memisahkan mereka


Dan samar-samar dari HP Awan, terdengar lagu band Noah....


Dan diriku bukanlah aku....
Tanpa kamu tuk memelukku....
Kau melengkapi aku....
Kau sempurnakan aku....


Jumat, 04 April 2014

One Day in Bandung

Pagi hari...
Gambir

Cahaya matahari belum menembus gerbong-gerbong disana

Dan saya berfoto di plang nama Gambir.
Membanggakan diri

Ingin rasanya terus dipotret dengan background Monas.
Apa daya kualitas kamera tak mampu mengabadikannya

Its hurts a little


Kereta pun melaju.
Tidak mengantarkanku ke Surabaya
Itu terlalu jauh

Aku pergi ke bumi paris van java

Bukan, bukan Zimbabwe

Bandung!




Siang hari...
Bandung...

Ahh senangnyaaa mampir lagi ke kota ini
Tak tahu kenapa selalu senang

Naik angkot menuju dago
Ada apa di dago?
Aku tak menemukan apapun.
Mungkin karena tak tahu tempat tepat saja.


Dan kemudian langkah kaki meneruskan diri ke gedung enam juta gulden

Bukan, bukan Tembok Cina.

Gedung Sate!

Berfoto didepannya tentu kewajiban

Demi eksistensi biar diakui gaul.


Dan tak berapa lama aku sudah tiba di Cihampelas

Nongkrong dulu sebentar di KFC C-Walk.
Pesen minum dan sok-sokan baca koran bahasa inggris.
Walau dipaksakan saya tak paham.

Sudahlah...


Tak jauh dari sana, jalan Cipaganti-pun kususuri

Iseng, kubeli es lilin didepan SD.
Tak kusangka, enak sekali.

Tak kutemui rasa seenak itu lagi semenjak aku lulus SD.
Semoga penjual itu diberi umur panjang

Jika ke Cipaganti,aku harus beli es lilin itu lagi.

Langit senja mulai menyelimuti.
Pertanda aku harus kembali ke Daerah Khusus Ibukota.

Naik angkot, temanku bertanya tentang tempat kuliner ke supirnya.
Dalam bahasa sunda supir menjawab dengan antusiasnya.

Kubertanya pada teman apa artinya.

Dia bilang supirnya berbicara dalam bahasa sunda halus, dia tak paham.

Aku geli sendiri.


Pada akhirnya, laju kencang kereta mengantarkanku kembali ke Gambir.

Dalam dudukku, aku masih tak menemukan apa yang kucari

Aku berharap
Di jalanan Cihampelas
Akan kutemui dia yang cantik namun jarang tersenyum itu
Mungkin saja kutemui dia
Ditempat dia mencari karir ini

Nyatanya hari itu tak sama seperti FTV atau Film Roman Picisan yang sering kutonton.

Tak ada pertemuan dengan tanpa sengaja itu.
Mimpi yang terlalu bolong.

Well aku harus kembali ke Jakarta

Kelak jika aku kembali ke Bandung

Mungkin akan kutemui dia

Tanpa sengaja

Seperti cerita di tivi

Sebuah angan-angan.

Kamis, 03 April 2014

Kuliah di UI

Anda mahasiswa Universitas Indonesia?

Kalau saya bukan.

Ketika saya kecil, nama UI begitu besar terdengar

Ketika kecil saya bermimpi kuliah disana

Namun mimpi ber-jas kuning tak pernah jadi nyata


Bertahun-tahun kemudian.
Takdir membawa saya bekerja di Jakarta

Saya stay di Jakarta Utara
Entah kenapa arah selatan begitu menggoda untuk didatangi

Ya,saya harus kekampus UI Depok

Untuk pertama kalinya saya melihat rindangnya kampus ini.
Saya tak salah mengagumi

Saya alumni Fakultas Ekonomi
Itulah mungkin kenapa kaki saya beranjak ke FEUI

Entah kenapa saya naik kelantai atas, untuk kemudian mengikuti perkuliahan perekonomian Indonesia

Tempat kuliahnya seperti auditorium kecil.

Materi yang menarik dari dosen senior.

Saya tidak salah tempat

Diakhir kuliah
Sang dosen berpesan:
"Kalian anak muda 2014 jangan golput, nasib bangsa ini apakah ekonominya lepas landas atau colaps ada ditangan Presiden 2014, dan Presiden 2014 dipilih oleh kalian"

Semua mahasisiwa memberi aplause
Dan kuliahpun selesai

Sesaat ketika mahasiswa membubarkan diri terdengar celetukan seorang mahasiswi: "kuliah perekonomian Indonesia dosen-dosennya keren semua ya"


Biaya perjalanan Jakarta Utara-Depok terbayar lunas.

Rabu, 02 April 2014

Taman Bungkul

Saya lupa
Mungkin 2004 atau 2005
Saat itu Taman Bungkul masih merupakan taman tak terawat

Sunyi dipagi, seringkali.
Rame disore, anak-anak bermain bola

Dulu sebelum Bu Risma merenovasinya menjadi taman terindah se-asia
Saya sering duduk-duduk dengan earphone ditelinga.
Duduk
Merenung
Mencari ketenangan

Ketika itu, Taman terpopuler di jalan terpopuler di Surabaya itu bukanlah destinasi favorit seperti saat ini

Dulu
Jangan bermimpi mendapatkan gelar terindah se-asia

Bu Risma yang mengubah semuanya.

Senang?
Ya warga Surabaya pada umumnya senang dengan Taman Bungkul sekarang

Semua Orang?

Tidak... 

Saya salah satu yang tidak suka perubahan ini

Nyaris tak pernah lagi saya merenung disana
Taman terindah se-asia itu telah menjadi tempat yang ramai dan berisik
Seolah semua orang Surabaya mengunjungi taman itu.

Tak ada lagi keheningan dan kekhusyukan untuk merenungi hidup.
Mempertanyakan suratan takdir.
Merajut asa masa depan.

Saya Rindu Taman Bungkul yang sepi dan sunyi dulu.
Kesunyian yang menemani masa remaja saya

Terkadang, keindahan tak selalu membawa kebahagiaan

Mungkinkah kembali seperti dulu?

Taman Suropati

Taman Suropati ketika senja

Adalah sebuah momen favorit saya

Angin semilir menerpa wajah saya yang sibuk mendengarkan alunan musik dari earphone

Saya hanyut dalam delusi yang saya ciptakan sendiri

Saya memejamkan mata
Saya hanyut dalam keindahan kenangan manis masa lalu

Taman ini merupakan tempat terbaik untuk merenungi hidup.
Mempertanyakan kebenaran politik Indonesia.
Mengutuki kesalahan diri.....

Beberapa kali saya memperhatikan para mahasiswa seni mempertunjukkan skill mempesona mereka

Mereka memamerkan suara merdu mereka

Saya iri, saya ingin memiliki suara itu... Bisakah...?

Pernah, suatu malam saya bersama seseorang
duduk berdua 
Membicarakan tentang diri kami

Dua banci pengamen mendatangi..
Menyanyi..
Menggoyangkan badan dengan tidak jelasnya
Setelah diberi sekumpulan receh baru pergi
Dan sempat-sempatnya si banci mencolek dagu saya

Dia tertawa....
Ya dia....

Taman Suropati....
Ketika saya kembali ke Surabaya
Tidak berapa lama, Taman Bungkul mendapat penghargaan sebagai taman terindah se-asia

Warga Surabaya bangga bukan main.
Bahagia bukan kepalang.

Entah kenapa saya tidak pernah setuju dengan penghargaan itu

Bagi saya Taman Suropati still better than Taman Bungkul

Maafkan saya, mungkin ini opini pribadi saya semata, mungkin saya salah.

Atau karena kenangan sentimentil saya dengan dia dulu?
Yang membuat seolah Taman Suropati adalah yang terindah di dunia?

Ah... jika saya kembali ke Jakarta nanti
Saya ingin kembali ke Taman Suropati

Tempat yang memberi saya ketenangan

Tempat yang memberi saya kenangan......

Senin, 17 Februari 2014

Buku dan Nasionalisme

Pernah jadi ABG?

saya pernah

saya tumbuh diera MTV
era dimana musik-musik USA menginvasi Indonesia dan menjadikan abg-abg-nya saat itu menjadi penyembah berhala musik barat.

well saya salah satu pengikut aliran berhala musik barat itu
ketika itu saya masih abg labil yang mencari jati diri

saya tidak bangga dengan musik lokal
karena efek MTV itu....

dan yang paling parah, saya pernah punya pikiran: "ahh kenapa saya lahir jadi orang Indonesia........, kenapa bukan jadi orang amrik atau british yg keren-keren itu.........".

kalimat keluhan diatas terdengar memuakkan?
i know, i know, saya juga kalau ingat keluhan itu jadi malu sendiri



pada saat itu Nasionalisme saya dititik terendah...........
sampai saya membaca sebuah buku legendaris





OTOBIOGRAFI BUNG KARNO BY CINDY ADAMS..........................

well apa spesialnya buku itu?
sulit menjelaskan bagi yang tak pernah membacanya...
terlebih jika anda bukan pengagum gagasan-gagasan beliau


well langsung saja
apa saja yang saya dapatkan dari buku ini?

"Kebanggaan Saya Sebagai Seorang Indonesia"

Lebay?
Hiperbola?

sah-sah saja anda mengatakan seperti itu......

tapi bagi saya, kebanggaan akan Indonesia saya dapatkan setelah membaca buku tersebut

didalam buku tersebut berisi banyak gagasan-gagasan Bung Karno soal pembangunan Indonesia
dan banyak sekali quotes legendaris dari beliau:

"Lebih baik mati untuk kemerdekaan, daripada hidup dalam kematian"


quotes diatas adalah quotes favorit saya.
maknanya sangat universal dipakai disegala bidang


well apalagi yang bisa saya sharing soal buku ini?
banyaaakkkk

akan saya share ditulisan berikutnya

see you again.............