Sabtu, 21 Juni 2014

Sunset Putra Sang Fajar

Hari ini 21 Juni.

Hari yang cukup ramai di Media Sosial.

Ramai dengan ucapan selamat ulang tahun untuk (calon) Presiden Jokowi.

Generasi muda beramai-ramai mengucapkan kepada sang capres.


Hari ini, ditengah ucapan selamat itu semua, generasi muda lupa, bahkan mungkin tidak tahu, bahwa hari ini pada tahun 1970, di hari yang sama ketika orang yang kelak menjadi Gubernur DKI berulang tahun ke sembilan, telah wafat seorang Penyambung Lidah Rakyat:

Bung Karno.

Ya Bung Karno wafat hari ini, oleh Orde Baru beliau dimakamkan di Blitar, dengan alasan itu kota kelahiran beliau.

Manipulasi yang tidak valid.

Alasan itu jelas salah dan tak bisa dipakai, karena Bung Karno lahir di Surabaya.

Semua pihak yakin, bahwa memakamkan Sang Proklamator disana adalah upaya Orba menghilangkan pengaruh sang Presiden Pertama dari Indonesia selamanya.

Padahal Bung Karno pernah menyebutkan ingin dimakamkan di Bumi Priangan. Tempat dia bertemu Petani Marhaen, yang menginspirasinya menggagas Marhaenisme.

Bung Karno meninggal dalam status tahanan politik.

Bung Karno meninggal dengan perlakuan yang sangat tidak layak dari Suharto dan Orde Baru.



Dua puluh satu Juni 1970.
Putra Sang Fajar tenggelam bagai Langit Senja.

Suatu hari yang mengawali Indonesia mengarungi tahun-tahun malam tanpa bintang, sampai matahari kembali terbit di tahun 1998.

Senin, 16 Juni 2014

Cokelat Hangat

Hembusan angin yang berselimutkan debu selalu menjadi pengalaman sehari-hari diteriknya siang bolong Blok M.

Banyak Bus datang dan pergi bersama para pendatang, sebagian kecil akan kembali ke kampung halamannya, sebagian besar lainnya menolak menyerah menaklukkan gedung pencakar langit ibukota.

Angka-angka berjumlah begitu banyak menghitung perpindahan raga manusia setiap harinya.

Namun tak pernah terpetakan, berapa banyaknya harapan yang digantungkan seiring berhentinya bus di terminal, bersama Sang Perantau, di Jakarta.

Ditengah padang gurun, para pengembara menepi diteduhnya Oase.

Kafe disekitar terminal adalah kemewahan yang sederhana.
Bukan hanya untuk mereka para perantau.
Namun mereka muda-mudi pun ada.


"Dingin ya Aww" komen Kinan sambil melihat kesekeliling Cafe.

"Iyyaa Ki, AC nya kebangetan" Awan mengangguk-angguk.

"Kupesenin yang anget-anget dulu yakk, Kii"

Awan dan Kinan menyeruput hangatnya Cafe Drinks.
Yang sederhana disaat yang tepat adalah sebuah kemewahan tersendiri.

"Blok M ramenya gak pernah sepi" ucap Kinan, melihat jalanan dari balik kaca kafe.

"Ada berapa orang yang datang dan pergi ya Aww"

"Ratusan kalik" Awan menyahut sambil menyeruput minumannya.

"Ihh lebihh dongg, Ribuann!!" Bales Kinan

"Ratusan Ribu!" Sahut Awan tak mau kalah.

Sahut-sahutan yang membuat mereka tertawa satu sama lainnya.


"Ki ayo ke Bekasi!" Kata Awan mengagetkan.

"Iihhhhh, kok tiba-tiba!"

"Iyaa,mumpung lagi di Blok M nih!"

"Ihh Bekasi ada apa lagi, orang panasnya ya 11-12 Jakarta kok"

"Mau kemananya, disana nanti kita pikirkan!" Seru Awan terus-menerus.

"Ihhh kamu ya mesti aneh deehhhh..."

"Udah iyain aja deh ya Ki" dan Awan menarik tangan Kinan, menembus berondongan sengatan matahari yang menusuk Blok M.

Segera saja mereka naik Bus Kota menembus jalan tol yang begitu mainstream: panas, gersang, aspal, dan tentu saja macet, meski berlabel mentereng sebagai jalan bebas hambatan.

Bekasi-pun datang kepada mereka. Itu batin Awan, walaupun secara teknis merekalah yang mendatangi Bekasi.

Mall-Mall menyambut mereka. Tiga Mall sekaligus.

"Ih Aw, ini jauh-jauh ke Bekasi cuma mau ke Mall? di Jakarta juga ada ratusan kaliikk!" Kinan yang kepanasan mencecar Awan dengan ketusnya.

"Ihh iya yaa, panas juga disini"

"Ihh tuh kan benerrr!"

"Ya udah Ki, kita ke tempat yang ademan aja..... Bogor yuk!! "

"Tuh kan, gak dipikir bener-bener kan, sekarang ganti lagiii!"

"Hehehe, ayem soly Kinan" coba Awan membujuk Kinan.

"Kamuu siihh, gak mikir duluuuu"

"Udah biar ademan kita kesana yaaaa"

"Iyah iyaahhh"

Bus pun mengantar mereka menanjak jalan keatas, menuju tempat yang katanya hujan tak pernah berhenti menghampiri.

Dan Awan dan Kinan pun sampai disebuah terminal di Bogor yang namanya susah disebutkan oleh lidah kaku Awan: Baranangsiang.

Mereka berjalan, ditengah dinginnya cuaca Bogor, kali ini dengan riang gembira. Tak ada lagi peluh dari sengatan matahari seperti mereka di Bekasi tadi.

Hujan mulai mengguyur rintik-rintik, ditambah mereka salah jalan pula. Kenekatan tanpa campuran pengetahuan hanya membawa mereka tersesat.

"Udah dah, naik angkot aja dah, yuk Ki" ajak Awan yang mulai frustasi salah jalan.

"Hihihi, tuuhh sok tau sihh, sok-sok-an mau jalan siihh" ledek Kinan.

Didalam Angkot banyak warga lokal yang berbicara bahasa sunda: "punten A'" salam seorang gadis ke Awan, karena ingin masuk ke Angkot.
Awan selalu suka bahasa sunda. Bahasa yang halus baginya.

Kebun Raya Bogor memiliki plang nama yang fotoable, dan mereka berdua, dengan noraknya berfoto didepan plang tersebut, meski hujan rintik-rintik, eksis tak boleh lewat.

"Aw udah mau tutup nih, kesorean kita ya"

"Gapapa Ki, yang penting foto-fotonya kan, hihihi"

"Iyah bener, xixixi"

Masih dengan hujan rintik-rintik mengiringi langkah mereka. Awan dan Kinan mengambil langkah dan mengamankan tempat untuk berfoto ditepi danau dengan Istana Bogor menjadi backgroundnya.

Hujan-hujanan, seakan tak perduli akan pilek yang bisa melanda mereka, yang penting seru-seruan, pikir mereka begitu.

Puas berfoto, mereka berteduh, kedinginan.

"Dingin ya Aw"

"Iya Ki, coba ada Cokelat Hangat siap minum yahh"

"Ihh mauuu"

Mereka cekikikan berdua.

Tawa Awan dan Kinan cukup menghangatkan, meski tak ada Cokelat Hangat yang mereka dambakan.

Rabu, 11 Juni 2014

Cerita Malam

Di Taman itu lagi.
Sore hari yang temaram.

Menarik membicarakan apa yang diinginkan.
Diwacanakan sebagai cita-cita. Dideklarasikan sebagai mimpi yang harus digapai.

"Ki, kota diluar sana mana yang mau kamu tuju buat liburan" tanya Awan suatu ketika.

"Paris! Very Romantic Place" Kinan berbinar-binar mengatakannya.

"Woowww, samaaaa, aku pengen banget kesana, dan muter-muter, kalo perlu gulung-gulung di Museum Louvre, gilak tu museum, kerennya kebangetan, one stop world masterpiece place" antusias Awan menjawab.

"Ihh kamuu, tiru-tiru aku muluukk Wkwkwkwk"

"Hihihi, iyakk gapapa duungggss"

"Ih keren ya Aw kota itu, kudu kesana dan merasakan sore harinya yang temaram"

"Pasti seru ya, tempat yang benar-benar berbeda, bedaaa bangeett"

"Ih bedanya apah aw?!"

"Itu kii, ituu... Beda Bahasa! Hahaha. Apalagi Aku kan gak bisa bahasa Prancis... Entar disana bakal ngomong pake bahasa tarzan dong ya, aauuoooouoooo"

"Hihi iyaaa, gapapa yang penting bisa ketemu Louvre-nya..."

"Kamu tauk, saking gandrungnya sama Paris, aku sampe beli miniatur Eiffel Tower, tingginya 46cm, lumayan gede buat dipelototin"

"Ihhh, segitunyaaa. Hihihi"

"Iya dongg!! Hahaha"

"Aw, apakah matahari disana sehangat disini?"

"Iyah dong Ki, hangatnya bisa mencairkan eskrim scop-an favoritmu" ujar Awan menatap Kinan yang melamun.

"Berarti aku kudu cepet-cepet abisin eskrim-ku dong"

"Iyah, nanti eskrim-nya biar cepet abis kita makan berdua, agar lelehnya dapat terasa dikedua raga kita yang dipersatukan satu hati, Kinan..."

"Aihh matiikk, gombaaalllll" Kinan berseru sambil memukul-mukul lengan Awan.

Awan meringis sambil tertawa.


Mereka berdua menyusuri jalan setapak taman.

Terkadang kaki mereka menginjak hijaunya rerumputan.
Hijau yang tajam.
Lebih hijau dari rumput tetangga manapun.

"Taman-taman disana ditumbuhin bunga apa ya Aw, indahkah?"

"Indah banget pasti Ki, Merah dan Kuning yang tumbuh diantara Rumput yang Hijau dan Langit yang Biru"

"Ki, kita juga harus ke Taman Chateau de Versailles, disana kita bisa berjalan menikmati indahnya Taman dengan Halaman Rumput yang dipangkas dengan desain yang unik dan menarik, merasakan bagaimana Louis XIV berjalan ketika dia bertahta di Kerajaan Prancis dulu, Taman yang tak ingin membawa kaki ketempat lain"

"Aw, Paris keren ya, harus banget kita kesana ya... Berdua"

"Iya Ki harus, aku ingin tanganku bisa menyentuh bunga-bunga indah disana, dan tangan lainnya menggenggam tanganmu"

Malam beranjak...

Bintang Bersinar Terang diatas Taman Suropati.
Mengantarkan mimpi-mimpi Awan dan Kinan melambung tinggi, diantara Pekatnya Malam dan Indahnya Sinar Bintang.