Atheis.
Itulah keimanan kaum komunis dari tafsir pribadi saya.
Sebagai orang yang lahir dimasa kekuasaan orde baru, saya jelas mendapat brainwash bahwa komunisme adalah musuh negara.
Seiring berjalannya waktu, semakin saya tertarik mempelajari tentang komunis.
Komunis-lah (melalui PKI-nya) yang menjadi sumbu dari dinamit besar yang menumbangkan idola politik sepanjang masa saya Bung Karno.
Dikala ayah saya masih sd, disebuah desa dipedalaman sumatera, komunis datang mengajarkan sebuah idealisme (tepatnya cuci otak) kepada mereka semua bocah-bocah sd.
Para komunis meminta anak sd itu memejamkan mata dan berdoa meminta pensil kepada Tuhan.
Dan kemudian komunis bertanya apakah Tuhan memberikan pensil kepada mereka?
Nenek gayungpun tau tidak ada pensil yang tiba-tiba turun dari langit.
Kemudian komunis mendikte agar anak-anak sd itu meminta pensil ke mereka, dan tentu saja si komunis memberikan tiap anak sd polos itu sebatang pensil.
Dan si komunis memberikan pesan moral bahwa Tuhan tidak ada, terbukti dari permintaan pensil mereka ke Tuhan.
Komunis bermain logika.
Anak sd yang masih mentah akalnya bisa saja terperdaya, dan kemudian mengimani ke-atheisan-nya komunis.
Tau bahwa lagu sangat kuat mempengaruhi anak-anak.
Komunis membuat lagu:
"Nasakom bersatu, singkirkan kepala batu..."
Kepala batu adalah jendral-jendral seperti jendral Achmad Yani dan koleganya. Begitu tafsir yang disadur dari pengajar komunis yang roadshow di sekolah dasar pada periode orde lama.
Waktu beranjak.
Tahun 1965 komunis diberangus pemerintah berkuasa.
Dikala ibu saya sd, ada teman sekelasnya yang ber-orangtua-kan komunis.
Tentara pemerintah datang mengunjungi kelas, dan dihadapan teman sekelasnya si anak simpatisan komunis itu dijemput paksa.
Sejak hari itu ibu saya tidak pernah bertemu dengan teman-nya itu lagi.
Apakah si anak sd itu saat ini menjadi orang tua dari anak-anak seperti ibu saya?
Ataukah menjadi tulang belulang, seperti jutaan komunis diperiode 1965-an itu?
Entahlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar