Sabtu, 31 Januari 2015

Coming Home



Cause all I know is we said hello
And your eyes look like coming home
All I know is a simple name, everything has changed
All I know is he held the door
You'll be mine and I'll be yours
All I know since yesterday is everything has changed



rasanya kesederhanaan itu selalu menyejukkan
hingar bingar hanyalah kegembiraan semu...

rasanya tak perlulah musik keras dan tempat remang-remang untuk merasa senang
sebuah taman dengan rumput hijau dan suasana sejuknya lebih dari cukup

rasanya begitu tenang dan aman...
saat bersama berbagi sepotong roti dan membincangkan cita-cita

berbagi bersama segalanya
menguatkan satu dengan lainnya

berbagi cerita yang mungkin saja tabu untuk awam
tapi begitu membangkitkan keseruan bersama

berbagi kata satu dengan lainnya
beradu pandang dengan mata berbinar-binar

adalah sebuah pemberian tak terhingga ketika memandang mata kekasih dan merasakan butterflies in our stomach



note: tulisan terinspirasi dari video klip Everything Has Changed by Taylor Swift. untuk pengungkapan penuh sudut pandang tulisan, silakan mengunjungi video klip tersebut di: https://www.youtube.com/watch?v=w1oM3kQpXRo

Minggu, 25 Januari 2015

Puisi Gus Mus: Kau Ini Bagaimana?

Kau ini bagaimana?
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir

Aku harus bagaimana?
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai


Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana?
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana?
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana?
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana?
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana?
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana?
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana?
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana?
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana?
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana?
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana?
Atau aku harus bagaimana?

Puisi Gus Mus: Negeri Haha Hihi

Bukan karena banyaknya grup lawak, maka negeriku selalu kocak.
Justru grup-grup lawak hanya mengganggu dan banyak yang bikin muak.
 

Negeriku lucu, dan para pemimpinnya suka mengocok perut.
Banyak yang terus pamer kebodohan dengan keangkuhan yang menggelikan.
Banyak yang terus pamer keberanian dengan kebodohan yang mengharukan.
Banyak yang terus pamer kekerdilan dengan teriakan memilukan.
Banyak yang terus pamer kepengecutan dengan lagak yang memuakkan.


Hahaha..

Penegak keadilan jalannya miring.
Penuntut keadilan kepalanya pusing.
Hakim main mata dengan maling.
Wakil rakyat baunya pesing.

Hihihihi..

Kalian jual janji-janji untuk menebus kepentingan sendiri.
Kalian hafal pepatah produktif untuk mengelabui mereka yang tertindih.
Pepatah petitih.

Hahaha..

Anjing menggonggong kafilah berlalu, sambil menggonggong kalian terus berlalu.

Hahaha..

Ada udang dibalik batu, udang kepalanya batu.

Hahaha..

Sekali dayung 2 pulau terlampaui, sekali untung 2 pulau terbeli.

Hahaha..

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, kalian mati meninggalkan hutang.

Hahaha..

Hujan emas dinegri orang, hujan batu dinegeri sendiri.

Lebih baik yuk hujan-hujanan caci maki.

Minggu, 18 Januari 2015

Aku Ingin Mencari


"Ditemani seorang pendosa yg baik akhlaknya lebih kusenangi ketimbang ditemani seorang ahli ibadah yg buruk akhlaknya." - Al Fudhail

                    


Tiba-tiba hilang begitu saja
Rasa sangat menyejukkan dalam ritual ibadah

Ada yang bilang karena pengaruh pertemanan.
Mungkin ada benarnya.

Lama kurenungkan
Aku bertanya
Kenapa ritual ibadah terasa hampa?

Rasanya ritual ibadah hanya terasa sebagai substansi teknis belaka
Bukankah esensi ibadah adalah mengingatkan kita pada kebaikan, kepada Tuhan dan sesama Manusia.


Oh aku melihat, mereka yang secara administrasi negara seiman denganku
Mereka yang secara ibadah jauh lebih canggih daripadaku, ternyata tidak menerapkan esensi dari ibadah itu sendiri: kebaikan.

Mereka yang pakaiannya seiman denganku, sibuk bergosip, sibuk memfitnah, dan tak lupa korupsi pula.

Pakaian mereka tak salah mencirikan seiman denganku.

Tapi mereka asing, mereka bukan saudaraku...


Sabtu, 03 Januari 2015

Terpesona

Saya tidak sendiri.

Ya saya menemukan kenyataan yang sama yang saya rasakan ketika saya semakin beranjak dewasa.
Bahwa saya dan teman-teman kehilangan rasa kagum.

Rasa kagum terhadap banyak hal, dari hal kecil seperti makanan enak, tempat wisata, hingga yang paling fatal adalah kehilangan rasa meriah dari sebuah perayaan hari raya.

Rasanya, ketika kecil dahulu, perayaan hari raya terasa begitu menggairahkan. Makanannya, dekorasinya, dan acara yang berlangsung merayakannya begitu meriah. 
Itu dulu.

Rasanya begitu beranjak dewasa, rasa senang tak terhingga itu semakin tak terasa, seperti kopi yang terlalu lama dibiarkan, dingin dan hambar.

Rasanya perayaannya sama saja, tapi rasanya sudah tak mengagumkan lagi.

Rasanya lagu-lagu yang meyertai datangnya hari raya begitu menyejukkan.

Sebenarnya, kemana hilangnya pesona hari raya itu?